Supaya Tidak Punah Ronggeng Gunung Pangandaran Harus Terus Dijaga karena  Bagian dari Identitas Diri Kita

    Supaya Tidak Punah Ronggeng Gunung Pangandaran Harus Terus Dijaga karena  Bagian dari Identitas Diri Kita

    PANGANDARAN JAWA BARAT - Ronggeng Gunung Pangandaran dulunya biasa ditampilkan pada upacara hajatan dan perkawinan, kadang dalam acara festival budaya. Para penari laki-laki biasanya tetap mengenakan pangsi hitam beratribut Iket di kepala, ciri khasnya seperti golok selalu di pinggang dan sarung diikatkan di pinggang. 

    Mereka menari dengan gerakan yang dipadukan dengan unsur silat yang mencerminkan keberanian dan semangat perjuangan rakyat Pangandaran di masa lalu.

    Sebagai warisan budaya yang memiliki nilai sejarah tinggi, Ronggeng Gunung harus terus dijaga agar tidak punah. Generasi muda diharapkan dapat mengenal dan melestarikan kesenian ini sebagai bagian dari identitas diri kita "kata Jeje Wiradinata", Bupati Pangandaran seusai mengikuti tarian, bersama Dedi Mulyadi gubernur Jabar terpilih, Pada acara pengukuhan Dewan Kebudayaan Pangandaran bertempat di aluun-alun Paamprokan Pangandaran, Jum'at malam (31/01/2025). 

    Menurut Jeje, Pemerintah daerah dan para pegiat budaya pun memiliki peran penting dalam mempromosikan Ronggeng Gunung ke tingkat yang lebih luas. Dengan adanya festival budaya dan pertunjukan seni di berbagai kesempatan, kesenian ini bisa tetap hidup dan dikenal oleh masyarakat luas, bahkan hingga ke mancanegara.

    Ronggeng Gunung bukan sekadar tarian biasa. Di balik gerakannya yang energik dan penuh makna, tersimpan kisah perjuangan, strategi perang, serta semangat pantang menyerah rakyat Pangandaran. Dengan memahami sejarahnya, kita tidak hanya menikmati keindahan tariannya, tetapi juga menghargai nilai-nilai perjuangan yang terkandung di dalamnya "kata Jeje".

    Sementara, penggiat budaya pangandaran sekaligus sebagai Keturunan Singawedana Penasehat Perang Kerajaan Galuh Pangauban, Fredy Kristianto menyampaikan bahwa
    Ronggeng Gunung itu Kesenian Tradisional Pangandaran yang Lahir dari Siasat Balas Dendam. 

    Ronggeng Gunung adalah salah satu kesenian tradisional yang masih bertahan di Pangandaran hingga saat ini, yangmana pertunjukan ini tidak hanya sekadar hiburan, akan tetapi memiliki nilai sejarah yang mendalam. Berawal dari masa

    kejayaan Kerajaan Pananjung dimana Ronggeng Gunung lahir sebagai bagian dari strategi balas dendam terhadap musuh yang telah meruntuhkan kerajaan tersebut "katanya".

    Menurut Fredy, dahulunya, Pangandaran merupakan bagian dari Kerajaan Pananjung, juga dikenal dengan sebutan Galuh Pangauban. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang putra mahkota dari Kerajaan Galuh bernama Raden Anggalarang. Ia menikah dengan seorang putri Pananjung bernama Dewi Rengganis.

    Di bawah kepemimpinan Raden Anggalarang, Kerajaan Pananjung berkembang pesat dan makmur. Hasil pertanian serta perikanannya melimpah, menjadikan kerajaan ini kaya dan sejahtera. Namun, kejayaan tersebut menarik perhatian para perompak, salah satunya kelompok begal laut yang dipimpin oleh sosok bernama Kala Samudra.

    Serangan pun tak terelakkan.nBajo Laut yang dipimpin Kala Samudra menyerbu Kerajaan Pananjung dan dalam pertempuran tersebut, Raden Anggalarang gugur. Kepergian sang raja membawa duka mendalam bagi Dewi Rengganis dan rakyatnya. Namun, kesedihan tersebut perlahan berubah menjadi tekad untuk membalas dendam kepada perompak yang telah menghancurkan kerajaan mereka.

    Dewi Rengganis menyadari bahwa melawan Bajo Laut dengan kekuatan langsung bukanlah pilihan yang mudah. Maka, ia mencari cara lain untuk menumpas musuhnya. Sebuah strategi licik pun muncul dalam benaknya, yakni melalui pertunjukan kesenian yang dapat menarik perhatian musuh. Dari sinilah, Ronggeng Gunung lahir sebagai bagian dari siasat perang.

    Naaaaah, Ronggeng gunung itu tidak seperti tari ronggeng pada umumnya, tapi menggabungkan unsur tarian dengan pencak silat, yang mana para penari tidak hanya menari dengan gemulai, tetapi juga membawa golok yang terselip di pinggang. Lebih dari itu, tubuh hingga kepala mereka ditutupi dengan sarung sebagai bentuk penyamaran.

    Sedangkan tujuan utama dari pagelaran ini adalah untuk menarik perhatian kelompok Bajo Laut. Saat mereka sudah terlena dengan pertunjukan, para pendekar yang menyamar sebagai penari langsung melancarkan serangan. Dengan strategi ini, Dewi Rengganis dan rakyat Pananjung berhasil membalaskan dendam atas kematian Raden Anggalarang "katanya".

    Tambah Fredy, seiring berjalannya waktu, Ronggeng Gunung tidak lagi digunakan sebagai strategi perang, tetapi berkembang menjadi kesenian tradisional yang terus dilestarikan di Pangandaran. Meski unsur balas dendam sudah tidak lagi menjadi bagian dari pertunjukan, elemen pencak silat tetap dipertahankan, menjadikannya unik dibandingkan kesenian lainnya "ujarnya". **

    pangandaran jawa barat pangandaran jawa barat
    Anton Atong Sugandhi

    Anton Atong Sugandhi

    Artikel Sebelumnya

    Bangkitkan Harapan Penghuni Jeruji Besi'...

    Artikel Berikutnya

    Siap-siap Kemenag Cairkan Dana BOS Pesantren...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    PERS.CO.ID: Jaringan Media Jurnalis Independen
    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika Tata Bahasa Anda Masih Berantakan
    Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP Berpotensi Mengulang Kembali Tragedi 2019
    Kapolsek Cimerak Terima Penghargaan Kapolsek Terbaik dari Kapolda Jabar  
    Oligarki Penguasa Pesisir

    Ikuti Kami